KabarPenjaringan - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kesal
dengan sikap warga Muara Baru yang enggan dipindahkan ke Rusun Marunda. Padahal, Pemprov DKI Jakarta menyadari kalau warga Muara Baru membutuh
kerja dan tempat tinggal di Ibu Kota.
"Karena itu kami sadar
mereka butuh kerja, kami beli lahan. Kita kasih karena kita maklum anda
tinggal di Jakarta mau kerja. Begitu mau dipindah ke rumah yang layak
anda merasa dizolimi kan aneh," ujar Ahok di Mal Ciputra, Sabtu (11/5).
Ahok
juga geram karena orang suruhannya diusir pakai golok saat datang ke
Muara Baru. Bahkan Ahok menyebut ada mafia tanah di Muara baru. "Di
Jakarta memang ada orang yang mendapatkan uang dengan main tanah. Itu
bajingan, kita anggap kalau ngambilin uang rakyat," katanya geram.
Mesti
demikian, Ahok akan tetap memindahkan warga Muara Baru dan sudah
menyiapkan plot 700 hektar. Selain itu, Sekolah Negeri juga akan
disatukan karena ada ribuan sekolah. "Jadikan swasta ada SD, SMP dan SMA
digabung, nah kami juga lagi berusaha ngegabung sehingga ada sisa tanah
dan akan dibangun rumah susun," tuturnya.
Ahok menilai penolakan
warga Muara Baru yang enggan dipindahkan ke Rusun Marunda. Ahok masih
heran kenapa warga lebih memilih meminta uang ganti rugi."Kalau anda gak
punya kerjaan tapi menolak ke Marunda kan aneh. Jadi di Jakarta mau
hidup apa mau ngerampok?," ujar Ahok.
Selain itu, lanjut Ahok,
untuk depan pihaknya akan menghapus uang kerohiman atau uang ganti rugi
bagi warga yang digusur karena menempati lahan ilegal. "Mereka ini
ngemis-ngemis cari uang kerohiman. Nanti di DKI gak boleh ada lagi uang
kerohiman. Jadi kalau relokasi dari sungai dari waduk manapun tidak ada
yg namanya ganti rugi atau ganti untung," tegas Ahok.
Selain itu,
Ahok menyatakan pihaknya akan mengkaji ulang persyaratan bagi penerima
hak sewa rumah susun sewa (Rusunawa) milik Pemprov DKI Jakarta. Salah
satu poin penting yang akan diubah adalah mengenai standar hidup warga
penerima hal sewa Rusun.
"Kita hitung sebenarnya berapa biaya
untuk orang gak mampu. Kalau misalnya Rp 135 ribu per bulan bilang gak
mampu, tapi untuk beli pulsa Rp 300 ribu sebulan kan ga cocok," katanya.
Untuk
itu, Ahok dan jajarannya akan melakukan survei kembali. Tujuannya agar
ada patokan bagi orang yang pantas dapat rumah susun atau tidak. "Kalau
memang benar-benar tidak mampu baru bisa pakai SKTM," tuturnya. (tim)
Sabtu, 11 Mei 2013
Senin, 06 Mei 2013
Digusur, Hindun Warga Waduk Pluit Mengaku Diancam Senpi Polisi
KabarPenjaringan - Warga bantaran Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku pernah
mendapat intimidasi dengan diancam menggunakan senjata api. Hal tersebut
terjadi saat proses penggusuran tempat tinggal warga di bantaran Waduk
Pluit.
Kejadiannya berawal dari rencana warga menggelar panggung rakyat untuk menolak gusuran dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penggusuran dilakukan terkait normalisasi Waduk Pluit pada Minggu (5/5) lalu.
"Kebetulan saya panitia mau mengadakan panggung rakyat. Setelah kita sampai di belakang perumahan warga yang rencananya ingin kita buat acara tiba-tiba kita didatangi oleh aparat," kata Hindun ketika ditemui wartawan di Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (6/5).
Namun, tiba-tiba polisi secara sengaja mengancam warga yang sebagian besar ibu-ibu dengan menggunakan senjata api. "Ibu pergi dari sini, kalau ibu tidak pergi dari sini kami hitung sampai angka 3. Aparat kami sudah siap dengan senapan," tiru Hindun seperti salah satu petugas kepolisian.
Hindun menambahkan dirinya dan warga yang lain berpasrah diri hingga membubarkan acara tersebut. Warga sendiri berharap pihak Pemprov DKI Jakarta dapat menyelesaikan masalah tersebut secara manusiawi. "Kami semua mengecam tindakan itu, jangan begitulah dengan kami. Itu tindakan yang tidak manusiawi," kata Hindun. (mdk)
Kejadiannya berawal dari rencana warga menggelar panggung rakyat untuk menolak gusuran dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penggusuran dilakukan terkait normalisasi Waduk Pluit pada Minggu (5/5) lalu.
"Kebetulan saya panitia mau mengadakan panggung rakyat. Setelah kita sampai di belakang perumahan warga yang rencananya ingin kita buat acara tiba-tiba kita didatangi oleh aparat," kata Hindun ketika ditemui wartawan di Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (6/5).
Namun, tiba-tiba polisi secara sengaja mengancam warga yang sebagian besar ibu-ibu dengan menggunakan senjata api. "Ibu pergi dari sini, kalau ibu tidak pergi dari sini kami hitung sampai angka 3. Aparat kami sudah siap dengan senapan," tiru Hindun seperti salah satu petugas kepolisian.
Hindun menambahkan dirinya dan warga yang lain berpasrah diri hingga membubarkan acara tersebut. Warga sendiri berharap pihak Pemprov DKI Jakarta dapat menyelesaikan masalah tersebut secara manusiawi. "Kami semua mengecam tindakan itu, jangan begitulah dengan kami. Itu tindakan yang tidak manusiawi," kata Hindun. (mdk)
Kamis, 02 Mei 2013
7 Emosi Ahok Meledak-ledak Kepada Warga Pluit
KabarPenjaringan - Masih ingat dengan banjir besar di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta
Utara beberapa bulan lalu. Salah satu penyebabnya adalah meluapnya Waduk
Pluit karena tak mampu menampung air.
Waduk yang dulu luasnya 80 hektare kini telah menyusut menjadi 60 hektare. Penyebabnya, 20 hektare luas waduk telah ditanami bangunan ilegal oleh warga. Akibatnya, waduk menjadi kecil dan menyusut. Bahkan, kedalaman waduk hanya dua meter, yang idealnya sekitar lima meter.
Setelah banjir surut, Pemprov DKI Jakarta mencoba melakukan normalisasi waduk. Rupanya usaha itu bukan pekerjaan mudah. Warga yang menempati bantaran waduk menolak pindah. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pun belum berhasil membujuk warga.
Padahal, warga yang menempati tanah negara itu direlokasi ke rumah susun. Toh mereka tetap menolak dan malah minta ganti rugi. Sikap warga Pluit yang keras kepala itulah menyebabkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja (Ahok) emosi. Berikut sikap-sikap Ahok terhadap warga Pluit. Mulai dari:
1. Miskin tahu dirilah
Ini pernyataan paling keras Ahok saat menanggapi warga Pluit yang enggan direlokasi dari bantaran Waduk Pluit. "Kasih rusun enggak mau. Maunya rumah yang rata. Ya kalau miskin tahu dirilah. Dikasih rumah, enggak mau," kata Ahok beberapa waktu lalu.
Ahok lalu mencontohkan orang kaya. Ia memperkirakan, orang kaya tidak akan betah tinggal di tanah karena ke depan pajaknya akan terus naik. "Makanya semua akan berganti tinggal di apartemen. Kenapa? Karena bagi pajak. Kerena tanah itu pajaknya bagi bersama," ujar Ahok.
"Terakhir mereka tidak hanya menolak tapi juga mau bagi lahan. mana bisa? Itu jalur hijau, gitu loh. Di Jakarta enggak pernah beres soal lahan ini kalau didudukin terus minta ganti. Dudukin tanah negara (waduk) yang objek vital, minta diganti," imbuhnya.
2. Kurang ajar mereka
Ahok tetap ngotot bahwa warga Waduk Pluit harus pindah. Sebab, mereka saat ini tinggal di atas tanah milik negara. "Yang jelas warga harus keluar dari Waduk Pluit," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (2/5).
Menurutnya, selama ini warga tersebut tidak pernah membayar sepeser pun kewajiban terhadap negara. Tetapi, malah meminta uang ganti rugi setelah diminta untuk pindah. "Mereka enggak pernah bayar sama negara. Sekarang disuruh pindah malah minta ganti rugi. Kurang ajar mereka," jelasnya.
Ahok mengatakan ada sebagian warga Waduk Pluit yang mengaku miskin, tapi rumahnya menggunakan rangka baja ringan. "Tempat kamu pake baja konstruksi ringan enggak? Nah di sana pakai (baja ringan) itu, jadi orang miskin apa orang kaya?" ucapnya.
3. Kenapa enggak minta Monas sekalian?
Saking kesalnya, Ahok memberikan pengandaian jika tanah di Waduk Pluit dibeli oleh pihak swasta. Maka, warga yang tinggal di bantaran dan membangun secara ilegal itu bisa diusir. "Tetapi kalau kami yang beli akan kami bongkar, lalu 60 persen untuk Anda tinggal 40 persennya jalur hijau," kata Ahok beberapa waktu lalu.
Namun Ahok tidak bisa menolelir jika warga meminta ganti rugi. Sebab, tanah yang ditempati bukanlah hak milik tapi milik negara. "Tapi kalau Anda minta jalur hijau Waduk Pluit, bagi lahan ya enggak bisa. Kenapa enggak minta Monas sekalian. Saya juga mau minta bagi lumayan, dudukin saja," ujar Ahok dengan nada geram.
4. Namanya ngelunjak
Ahok tak habis pikir dengan pola pikir warga yang tinggal di pinggir Waduk Pluit. Mengapa sudah menempati tanah negara, tapi tidak mau direlokasi. "Dasarnya apa orang yang menduduki tanah negara dikasih tanah negara. Adil tidak? Kalau gitu saya juga nuntut dong. Apa dasarnya?" tanya Ahok.
Padahal, relokasi yang dilakukan oleh Pemrov DKI bukan sekadar mengusir, tapi diberikan tempat layak seperti tinggal di rusun. Anehnya, mereka tetap menolak tinggal di rusun.
"Kalau Anda emang miskin tidak beruntung, anak Anda kami sekolahkan, sediakan rumah. Tapi jangan menuntun kami enggak mau rumah rusun maunya rumah biasa. Ini Jakarta, mana bisa. Yang mampu saja tinggal di apartemen. Kan namanya ngelunjak," ujarnya.
5. Enak saja mau duduki tanah negara
Ahok yakin, yang tinggal di bantaran Waduk Pluit tidak semua orang miskin. Ia mengaku punya banyak bukti bahwa yang tinggal di bantaran Waduk Pluit banyak orang kaya.
"Yang punya kaya, yang sewanya saja miskin. Enak saja mau menduduki lahan negara. Mau lapor Komnas HAM lapor saja, saya juga mau lapor Komnas HAM," kata Ahok.
Ahok menilai, orang miskin di Waduk Pluit telah diperalat. "Saya punya bukti loh. Waktu banjir-banjir itu mau pindahkan orang yang ke Marunda itu dihalangi. Pas pendaftaran marah-marah diancam. Saya bisa datangkan banyak saksi, diancam. Kan kurang ajar," ujarnya.
"Anda kalau mau tinggal di Waduk Pluit ya tinggal saja. Pasti dibongkar suatu hari. Yang mau tinggal jangan Anda larang untuk tinggal dong," katanya.
6. Tanah negara mau dirampok
Ahok akan berusaha keras untuk mengembalikan fungsi Waduk Pluit. Nantinya, waduk harus bisa digunakan untuk menampung air agar tidak menjadi penyebab banjir.
"Kalau kami jelas kembalikan fungsinya, yang waduk yang sungai. Kalau Anda mau tinggal di situ ya cari lahannya kami beli. Tapi kalau tanah negara mau dirampok mau minta bagi aja ya Anda yang tidak manusiawi," kata Ahok.
Jika sebagian warga tetap ngotot untuk tinggal di bantara, maka ini tidak adil. Sebab, normalisasi Waduk Pluit ini demi kebaikan banyak orang. "Pak Gubernur bilang masak demi 1.000 orang Anda mengorbankan 10.000 orang. Adil engak?" tanya Ahok.
7. Seperti anak kecil, tak bisa diatur
Ini terjadi saat Pluit dilanda banjir besar. Ahok waktu itu geram karena banjir belum surut warga Pluit sudah ingin kembali pulang. Waktu itu Ahok mengimbau agar warga di wilayah Pluit tidak ngeyel untuk kembali ke rumah. Menurutnya, hal ini merupakan wujud perhatian Pemprov terhadap warganya.
"Kalau sampai besar, laut ini kan gak bisa turun, kalau sampai rob, misalnya terjadi, maaf mati kita semua. Nah, sekarang kita sudah pompa, air sudah surut, orang berpikir mereka akan pulang. Ini kita juga bicara sama mereka ribut," kata Ahok di Kantor Balai Kota, Jakarta, Rabu (23/1).
Mantan Bupati Belitung Timur ini meminta warga di perumahan elite Pluit untuk tidak kembali dulu ke rumah hingga akhir bulan ini. Namun warga di wilayah Pluit ngeyel tetap kembali.
"Ini kaya anak kecil kan, kita kasih tahu jangan ke sana dulu, tunggu sampai lewat tanggal 30. Nah ini mau datang imlek lagi, biasanya besar hujannya, pasang lagi. Nah, kalau mereka masih ngotot juga kita mau gimana? Suruh tentara jaga saja kalau bandel begitu," tegas Ahok. (mdk)
Waduk yang dulu luasnya 80 hektare kini telah menyusut menjadi 60 hektare. Penyebabnya, 20 hektare luas waduk telah ditanami bangunan ilegal oleh warga. Akibatnya, waduk menjadi kecil dan menyusut. Bahkan, kedalaman waduk hanya dua meter, yang idealnya sekitar lima meter.
Setelah banjir surut, Pemprov DKI Jakarta mencoba melakukan normalisasi waduk. Rupanya usaha itu bukan pekerjaan mudah. Warga yang menempati bantaran waduk menolak pindah. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pun belum berhasil membujuk warga.
Padahal, warga yang menempati tanah negara itu direlokasi ke rumah susun. Toh mereka tetap menolak dan malah minta ganti rugi. Sikap warga Pluit yang keras kepala itulah menyebabkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja (Ahok) emosi. Berikut sikap-sikap Ahok terhadap warga Pluit. Mulai dari:
1. Miskin tahu dirilah
Ini pernyataan paling keras Ahok saat menanggapi warga Pluit yang enggan direlokasi dari bantaran Waduk Pluit. "Kasih rusun enggak mau. Maunya rumah yang rata. Ya kalau miskin tahu dirilah. Dikasih rumah, enggak mau," kata Ahok beberapa waktu lalu.
Ahok lalu mencontohkan orang kaya. Ia memperkirakan, orang kaya tidak akan betah tinggal di tanah karena ke depan pajaknya akan terus naik. "Makanya semua akan berganti tinggal di apartemen. Kenapa? Karena bagi pajak. Kerena tanah itu pajaknya bagi bersama," ujar Ahok.
"Terakhir mereka tidak hanya menolak tapi juga mau bagi lahan. mana bisa? Itu jalur hijau, gitu loh. Di Jakarta enggak pernah beres soal lahan ini kalau didudukin terus minta ganti. Dudukin tanah negara (waduk) yang objek vital, minta diganti," imbuhnya.
2. Kurang ajar mereka
Ahok tetap ngotot bahwa warga Waduk Pluit harus pindah. Sebab, mereka saat ini tinggal di atas tanah milik negara. "Yang jelas warga harus keluar dari Waduk Pluit," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (2/5).
Menurutnya, selama ini warga tersebut tidak pernah membayar sepeser pun kewajiban terhadap negara. Tetapi, malah meminta uang ganti rugi setelah diminta untuk pindah. "Mereka enggak pernah bayar sama negara. Sekarang disuruh pindah malah minta ganti rugi. Kurang ajar mereka," jelasnya.
Ahok mengatakan ada sebagian warga Waduk Pluit yang mengaku miskin, tapi rumahnya menggunakan rangka baja ringan. "Tempat kamu pake baja konstruksi ringan enggak? Nah di sana pakai (baja ringan) itu, jadi orang miskin apa orang kaya?" ucapnya.
3. Kenapa enggak minta Monas sekalian?
Saking kesalnya, Ahok memberikan pengandaian jika tanah di Waduk Pluit dibeli oleh pihak swasta. Maka, warga yang tinggal di bantaran dan membangun secara ilegal itu bisa diusir. "Tetapi kalau kami yang beli akan kami bongkar, lalu 60 persen untuk Anda tinggal 40 persennya jalur hijau," kata Ahok beberapa waktu lalu.
Namun Ahok tidak bisa menolelir jika warga meminta ganti rugi. Sebab, tanah yang ditempati bukanlah hak milik tapi milik negara. "Tapi kalau Anda minta jalur hijau Waduk Pluit, bagi lahan ya enggak bisa. Kenapa enggak minta Monas sekalian. Saya juga mau minta bagi lumayan, dudukin saja," ujar Ahok dengan nada geram.
4. Namanya ngelunjak
Ahok tak habis pikir dengan pola pikir warga yang tinggal di pinggir Waduk Pluit. Mengapa sudah menempati tanah negara, tapi tidak mau direlokasi. "Dasarnya apa orang yang menduduki tanah negara dikasih tanah negara. Adil tidak? Kalau gitu saya juga nuntut dong. Apa dasarnya?" tanya Ahok.
Padahal, relokasi yang dilakukan oleh Pemrov DKI bukan sekadar mengusir, tapi diberikan tempat layak seperti tinggal di rusun. Anehnya, mereka tetap menolak tinggal di rusun.
"Kalau Anda emang miskin tidak beruntung, anak Anda kami sekolahkan, sediakan rumah. Tapi jangan menuntun kami enggak mau rumah rusun maunya rumah biasa. Ini Jakarta, mana bisa. Yang mampu saja tinggal di apartemen. Kan namanya ngelunjak," ujarnya.
5. Enak saja mau duduki tanah negara
Ahok yakin, yang tinggal di bantaran Waduk Pluit tidak semua orang miskin. Ia mengaku punya banyak bukti bahwa yang tinggal di bantaran Waduk Pluit banyak orang kaya.
"Yang punya kaya, yang sewanya saja miskin. Enak saja mau menduduki lahan negara. Mau lapor Komnas HAM lapor saja, saya juga mau lapor Komnas HAM," kata Ahok.
Ahok menilai, orang miskin di Waduk Pluit telah diperalat. "Saya punya bukti loh. Waktu banjir-banjir itu mau pindahkan orang yang ke Marunda itu dihalangi. Pas pendaftaran marah-marah diancam. Saya bisa datangkan banyak saksi, diancam. Kan kurang ajar," ujarnya.
"Anda kalau mau tinggal di Waduk Pluit ya tinggal saja. Pasti dibongkar suatu hari. Yang mau tinggal jangan Anda larang untuk tinggal dong," katanya.
6. Tanah negara mau dirampok
Ahok akan berusaha keras untuk mengembalikan fungsi Waduk Pluit. Nantinya, waduk harus bisa digunakan untuk menampung air agar tidak menjadi penyebab banjir.
"Kalau kami jelas kembalikan fungsinya, yang waduk yang sungai. Kalau Anda mau tinggal di situ ya cari lahannya kami beli. Tapi kalau tanah negara mau dirampok mau minta bagi aja ya Anda yang tidak manusiawi," kata Ahok.
Jika sebagian warga tetap ngotot untuk tinggal di bantara, maka ini tidak adil. Sebab, normalisasi Waduk Pluit ini demi kebaikan banyak orang. "Pak Gubernur bilang masak demi 1.000 orang Anda mengorbankan 10.000 orang. Adil engak?" tanya Ahok.
7. Seperti anak kecil, tak bisa diatur
Ini terjadi saat Pluit dilanda banjir besar. Ahok waktu itu geram karena banjir belum surut warga Pluit sudah ingin kembali pulang. Waktu itu Ahok mengimbau agar warga di wilayah Pluit tidak ngeyel untuk kembali ke rumah. Menurutnya, hal ini merupakan wujud perhatian Pemprov terhadap warganya.
"Kalau sampai besar, laut ini kan gak bisa turun, kalau sampai rob, misalnya terjadi, maaf mati kita semua. Nah, sekarang kita sudah pompa, air sudah surut, orang berpikir mereka akan pulang. Ini kita juga bicara sama mereka ribut," kata Ahok di Kantor Balai Kota, Jakarta, Rabu (23/1).
Mantan Bupati Belitung Timur ini meminta warga di perumahan elite Pluit untuk tidak kembali dulu ke rumah hingga akhir bulan ini. Namun warga di wilayah Pluit ngeyel tetap kembali.
"Ini kaya anak kecil kan, kita kasih tahu jangan ke sana dulu, tunggu sampai lewat tanggal 30. Nah ini mau datang imlek lagi, biasanya besar hujannya, pasang lagi. Nah, kalau mereka masih ngotot juga kita mau gimana? Suruh tentara jaga saja kalau bandel begitu," tegas Ahok. (mdk)
Langganan:
Postingan
(
Atom
)