Sabtu, 12 Oktober 2013

Soal Dana PPMK 2012, LMK Kelurahan Penjaringan Dilaporkan ke Walikota

KabarPenjaringan - Terkait dugaan penggelapan dana pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK) 2012, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, dilaporkan ke Walikota Jakarta Utara. “Saya minta kasus ini dapat ditindaklanjuti,” tegas salah seorang ketua Rukun Warga (RW) yang tak ingin namanya disebutkan usai melayangkan surat pengaduan di Kantor Walikota Jakarta Utara, Jum'at (11/10/2013).

Menurutnya, surat yang menyingkapi tentang teknis dan pelaksanaan pemanfaatan dana PPMK 2012 oleh LMK Kelurahan Penjaringan tersebut, sebelumnya telah diupayakan untuk diselesaikan secara musyarawah. "Kami dari unsur Ketua RW yang tergabung dalam FKRW sebelumnya telah berusaha untuk membicarakan persoalan ini secara baik-baik, tapi lantaran tidak dihiraukan kami sepakat untuk melaporkan kasus ini ke Walikota,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, dirinya mengaku kecewa terhadap pelaksanaan pelatihan yang menggunakan dana PPMK semata-mata lebih mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok daripada mengedepankan azas manfaat terhadap apa yang menjadi skala prioritas sesuai dengan kondisi aspirasi masyarakat.  “Hal itu kami pahami tidak amanah seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.81/2011,” tegasnya.

Sementara itu, anggota LMK Penjaringan, saat hendak dikonfirmasi tentang pengaduan pelaksanaan PPMK 2012 tersebut, tidak satupun berhasil ditemui KabarPenjaringan diruang kerjanya. (tim)

Sabtu, 11 Mei 2013

Ahok: Mafia Tanah di Muarabaru Bajingan

KabarPenjaringan - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kesal dengan sikap warga Muara Baru yang enggan dipindahkan ke Rusun Marunda. Padahal, Pemprov DKI Jakarta menyadari kalau warga Muara Baru membutuh kerja dan tempat tinggal di Ibu Kota.

"Karena itu kami sadar mereka butuh kerja, kami beli lahan. Kita kasih karena kita maklum anda tinggal di Jakarta mau kerja. Begitu mau dipindah ke rumah yang layak anda merasa dizolimi kan aneh," ujar Ahok di Mal Ciputra, Sabtu (11/5).

Ahok juga geram karena orang suruhannya diusir pakai golok saat datang ke Muara Baru. Bahkan Ahok menyebut ada mafia tanah di Muara baru. "Di Jakarta memang ada orang yang mendapatkan uang dengan main tanah. Itu bajingan, kita anggap kalau ngambilin uang rakyat," katanya geram.

Mesti demikian, Ahok akan tetap memindahkan warga Muara Baru dan sudah menyiapkan plot 700 hektar. Selain itu, Sekolah Negeri juga akan disatukan karena ada ribuan sekolah. "Jadikan swasta ada SD, SMP dan SMA digabung, nah kami juga lagi berusaha ngegabung sehingga ada sisa tanah dan akan dibangun rumah susun," tuturnya.

Ahok menilai penolakan warga Muara Baru yang enggan dipindahkan ke Rusun Marunda. Ahok masih heran kenapa warga lebih memilih meminta uang ganti rugi."Kalau anda gak punya kerjaan tapi menolak ke Marunda kan aneh. Jadi di Jakarta mau hidup apa mau ngerampok?," ujar Ahok.

Selain itu, lanjut Ahok, untuk depan pihaknya akan menghapus uang kerohiman atau uang ganti rugi bagi warga yang digusur karena menempati lahan ilegal. "Mereka ini ngemis-ngemis cari uang kerohiman. Nanti di DKI gak boleh ada lagi uang kerohiman. Jadi kalau relokasi dari sungai dari waduk manapun tidak ada yg namanya ganti rugi atau ganti untung," tegas Ahok.

Selain itu, Ahok menyatakan pihaknya akan mengkaji ulang persyaratan bagi penerima hak sewa rumah susun sewa (Rusunawa) milik Pemprov DKI Jakarta. Salah satu poin penting yang akan diubah adalah mengenai standar hidup warga penerima hal sewa Rusun.

"Kita hitung sebenarnya berapa biaya untuk orang gak mampu. Kalau misalnya Rp 135 ribu per bulan bilang gak mampu, tapi untuk beli pulsa Rp 300 ribu sebulan kan ga cocok," katanya.

Untuk itu, Ahok dan jajarannya akan melakukan survei kembali. Tujuannya agar ada patokan bagi orang yang pantas dapat rumah susun atau tidak. "Kalau memang benar-benar tidak mampu baru bisa pakai SKTM," tuturnya. (tim)

Senin, 06 Mei 2013

Digusur, Hindun Warga Waduk Pluit Mengaku Diancam Senpi Polisi

KabarPenjaringan - Warga bantaran Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku pernah mendapat intimidasi dengan diancam menggunakan senjata api. Hal tersebut terjadi saat proses penggusuran tempat tinggal warga di bantaran Waduk Pluit.

Kejadiannya berawal dari rencana warga menggelar panggung rakyat untuk menolak gusuran dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penggusuran dilakukan terkait normalisasi Waduk Pluit pada Minggu (5/5) lalu.

"Kebetulan saya panitia mau mengadakan panggung rakyat. Setelah kita sampai di belakang perumahan warga yang rencananya ingin kita buat acara tiba-tiba kita didatangi oleh aparat," kata Hindun ketika ditemui wartawan di Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (6/5).

Namun, tiba-tiba polisi secara sengaja mengancam warga yang sebagian besar ibu-ibu dengan menggunakan senjata api. "Ibu pergi dari sini, kalau ibu tidak pergi dari sini kami hitung sampai angka 3. Aparat kami sudah siap dengan senapan," tiru Hindun seperti salah satu petugas kepolisian.

Hindun menambahkan dirinya dan warga yang lain berpasrah diri hingga membubarkan acara tersebut. Warga sendiri berharap pihak Pemprov DKI Jakarta dapat menyelesaikan masalah tersebut secara manusiawi. "Kami semua mengecam tindakan itu, jangan begitulah dengan kami. Itu tindakan yang tidak manusiawi," kata Hindun. (mdk)

Kamis, 02 Mei 2013

7 Emosi Ahok Meledak-ledak Kepada Warga Pluit

KabarPenjaringan - Masih ingat dengan banjir besar di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara beberapa bulan lalu. Salah satu penyebabnya adalah meluapnya Waduk Pluit karena tak mampu menampung air.

Waduk yang dulu luasnya 80 hektare kini telah menyusut menjadi 60 hektare. Penyebabnya, 20 hektare luas waduk telah ditanami bangunan ilegal oleh warga. Akibatnya, waduk menjadi kecil dan menyusut. Bahkan, kedalaman waduk hanya dua meter, yang idealnya sekitar lima meter.

Setelah banjir surut, Pemprov DKI Jakarta mencoba melakukan normalisasi waduk. Rupanya usaha itu bukan pekerjaan mudah. Warga yang menempati bantaran waduk menolak pindah. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pun belum berhasil membujuk warga.

Padahal, warga yang menempati tanah negara itu direlokasi ke rumah susun. Toh mereka tetap menolak dan malah minta ganti rugi. Sikap warga Pluit yang keras kepala itulah menyebabkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja (Ahok) emosi. Berikut sikap-sikap Ahok terhadap warga Pluit. Mulai dari:

1. Miskin tahu dirilah

Ini pernyataan paling keras Ahok saat menanggapi warga Pluit yang enggan direlokasi dari bantaran Waduk Pluit. "Kasih rusun enggak mau. Maunya rumah yang rata. Ya kalau miskin tahu dirilah. Dikasih rumah, enggak mau," kata Ahok beberapa waktu lalu.

Ahok lalu mencontohkan orang kaya. Ia memperkirakan, orang kaya tidak akan betah tinggal di tanah karena ke depan pajaknya akan terus naik. "Makanya semua akan berganti tinggal di apartemen. Kenapa? Karena bagi pajak. Kerena tanah itu pajaknya bagi bersama," ujar Ahok.

"Terakhir mereka tidak hanya menolak tapi juga mau bagi lahan. mana bisa? Itu jalur hijau, gitu loh. Di Jakarta enggak pernah beres soal lahan ini kalau didudukin terus minta ganti. Dudukin tanah negara (waduk) yang objek vital, minta diganti," imbuhnya.

2. Kurang ajar mereka

Ahok tetap ngotot bahwa warga Waduk Pluit harus pindah. Sebab, mereka saat ini tinggal di atas tanah milik negara. "Yang jelas warga harus keluar dari Waduk Pluit," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (2/5).

Menurutnya, selama ini warga tersebut tidak pernah membayar sepeser pun kewajiban terhadap negara. Tetapi, malah meminta uang ganti rugi setelah diminta untuk pindah. "Mereka enggak pernah bayar sama negara. Sekarang disuruh pindah malah minta ganti rugi. Kurang ajar mereka," jelasnya.

Ahok mengatakan ada sebagian warga Waduk Pluit yang mengaku miskin, tapi rumahnya menggunakan rangka baja ringan. "Tempat kamu pake baja konstruksi ringan enggak? Nah di sana pakai (baja ringan) itu, jadi orang miskin apa orang kaya?" ucapnya.

3. Kenapa enggak minta Monas sekalian?

Saking kesalnya, Ahok memberikan pengandaian jika tanah di Waduk Pluit dibeli oleh pihak swasta. Maka, warga yang tinggal di bantaran dan membangun secara ilegal itu bisa diusir. "Tetapi kalau kami yang beli akan kami bongkar, lalu 60 persen untuk Anda tinggal 40 persennya jalur hijau," kata Ahok beberapa waktu lalu.

Namun Ahok tidak bisa menolelir jika warga meminta ganti rugi. Sebab, tanah yang ditempati bukanlah hak milik tapi milik negara. "Tapi kalau Anda minta jalur hijau Waduk Pluit, bagi lahan ya enggak bisa. Kenapa enggak minta Monas sekalian. Saya juga mau minta bagi lumayan, dudukin saja," ujar Ahok dengan nada geram.

4. Namanya ngelunjak

Ahok tak habis pikir dengan pola pikir warga yang tinggal di pinggir Waduk Pluit. Mengapa sudah menempati tanah negara, tapi tidak mau direlokasi. "Dasarnya apa orang yang menduduki tanah negara dikasih tanah negara. Adil tidak? Kalau gitu saya juga nuntut dong. Apa dasarnya?" tanya Ahok.

Padahal, relokasi yang dilakukan oleh Pemrov DKI bukan sekadar mengusir, tapi diberikan tempat layak seperti tinggal di rusun. Anehnya, mereka tetap menolak tinggal di rusun.

"Kalau Anda emang miskin tidak beruntung, anak Anda kami sekolahkan, sediakan rumah. Tapi jangan menuntun kami enggak mau rumah rusun maunya rumah biasa. Ini Jakarta, mana bisa. Yang mampu saja tinggal di apartemen. Kan namanya ngelunjak," ujarnya.

5. Enak saja mau duduki tanah negara

Ahok yakin, yang tinggal di bantaran Waduk Pluit tidak semua orang miskin. Ia mengaku punya banyak bukti bahwa yang tinggal di bantaran Waduk Pluit banyak orang kaya.

"Yang punya kaya, yang sewanya saja miskin. Enak saja mau menduduki lahan negara. Mau lapor Komnas HAM lapor saja, saya juga mau lapor Komnas HAM," kata Ahok.

Ahok menilai, orang miskin di Waduk Pluit telah diperalat. "Saya punya bukti loh. Waktu banjir-banjir itu mau pindahkan orang yang ke Marunda itu dihalangi. Pas pendaftaran marah-marah diancam. Saya bisa datangkan banyak saksi, diancam. Kan kurang ajar," ujarnya.

"Anda kalau mau tinggal di Waduk Pluit ya tinggal saja. Pasti dibongkar suatu hari. Yang mau tinggal jangan Anda larang untuk tinggal dong," katanya.

6. Tanah negara mau dirampok

Ahok akan berusaha keras untuk mengembalikan fungsi Waduk Pluit. Nantinya, waduk harus bisa digunakan untuk menampung air agar tidak menjadi penyebab banjir.

"Kalau kami jelas kembalikan fungsinya, yang waduk yang sungai. Kalau Anda mau tinggal di situ ya cari lahannya kami beli. Tapi kalau tanah negara mau dirampok mau minta bagi aja ya Anda yang tidak manusiawi," kata Ahok.

Jika sebagian warga tetap ngotot untuk tinggal di bantara, maka ini tidak adil. Sebab, normalisasi Waduk Pluit ini demi kebaikan banyak orang. "Pak Gubernur bilang masak demi 1.000 orang Anda mengorbankan 10.000 orang. Adil engak?" tanya Ahok.

7. Seperti anak kecil, tak bisa diatur

Ini terjadi saat Pluit dilanda banjir besar. Ahok waktu itu geram karena banjir belum surut warga Pluit sudah ingin kembali pulang. Waktu itu Ahok mengimbau agar warga di wilayah Pluit tidak ngeyel untuk kembali ke rumah. Menurutnya, hal ini merupakan wujud perhatian Pemprov terhadap warganya.

"Kalau sampai besar, laut ini kan gak bisa turun, kalau sampai rob, misalnya terjadi, maaf mati kita semua. Nah, sekarang kita sudah pompa, air sudah surut, orang berpikir mereka akan pulang. Ini kita juga bicara sama mereka ribut," kata Ahok di Kantor Balai Kota, Jakarta, Rabu (23/1).

Mantan Bupati Belitung Timur ini meminta warga di perumahan elite Pluit untuk tidak kembali dulu ke rumah hingga akhir bulan ini. Namun warga di wilayah Pluit ngeyel tetap kembali.

"Ini kaya anak kecil kan, kita kasih tahu jangan ke sana dulu, tunggu sampai lewat tanggal 30. Nah ini mau datang imlek lagi, biasanya besar hujannya, pasang lagi. Nah, kalau mereka masih ngotot juga kita mau gimana? Suruh tentara jaga saja kalau bandel begitu," tegas Ahok. (mdk)




Rabu, 27 Maret 2013

Inilah Penyebab Menara Syahbandar di Penjaringan Miring

KabarPenjaringan - Menara Syabandar yang berada di kompleks museum Bahari, Penjaringan, Jakarta Utara miring sekitar 5 derajat ke arah selatan. Menurut Kepala Seksi Edukasi dan Pameran Unit Pengelolaan (UP) Museum Bahari Irfal Guci, menara tersebut dibangun di atas sebuah sungai sehingga membuatnya miring.

"Menara itu kan dibangun di atas tanah dari aliran sungai, jadi tidak kuat," katanya kepada KabarPenjaringan, di Menara Syabandar, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (27/3/2013).

Apalagi, Irfal mengatakan kalau tepat di sebelah menara tersebut terdapat kali dan pada tahun sekitar tahun 1980 terjadi pengerukan kali dan berimbas pada menara tersebut. "Di sebelahnya ada kali Pakin, dan sekitar tahun 80an ada pengerukan kali, mungkin awalnya kemiringan menara terjadi," imbuhnya.

Untuk mengantisipasi robohnya Menara Syahbandar, Irfal mengatakan pernah melakukan pemasangan pancangan di menara tersebut. Sementara pada akhir tahun ini akan dilakukan pemugaran. Untuk melakukan konservasi Menara Syahbandar, anggaran yang disediakan sebesar Rp 4,5 hingga Rp 5 miliar.

Sementara itu, jumlah pengunjung yang akan menikmati indahnya pemandangan pesisir utara Jakarta dari atas menara pun dibatasi. Pengunjung yang diperbolehkan naik ke atas menara maksimal hanya sepuluh orang.

"Jumlah pengunjung juga dibatasi karena tangga di dalam menara juga sudah lapuk," tandasnya. (tim)

Selasa, 19 Februari 2013

Urus KTP dan KK di Kelurahan Penjaringan Rp 750.000

KabarPenjaringan - Layanan dokumen kependudukan bagi warga Penjaringan yang hendak pindah ke Rumah Susun (Rusun) kembali diaromai bau tak sedap. Banyaknya permintaan pengurusan KTP dan Kartu Keluarga (KK) dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dari proses tersebut.

"Urus KTP dan KK sekarang mahal. Tadi, ada warga yang dimintai Rp 750.000 untuk buat satu KTP dan KK," kata Ahmad, warga RT 16 RW 17, Penjaringan, Jakarta Utara, saat ditemui KabarPenjaringan, Selasa (19/2/2013).

Karena alasan keamanan diri, Ahmad hanya mengungkapkan bahwa oknum yang meminta uang dalam jumlah besar itu berasal dari petugas RT/RW setempat. Keterangan Ahmad dibenarkan warga lainnya, Izul.

Warga RW 17 Muarabaru ini menerangkan, seorang rekannya yang telah pindah ke Rusun Marunda dan kembali untuk mengurus kartu keluarga juga dimintai pungutan dalam jumlah serupa. "Teman saya Si Gondrong diminta untuk sediakan uang Rp 750.000. Ini lagi jadi perbincangan warga sini," kata Izul.

Warga yang bermukim di pinggiran Waduk Pluit itu mengutarakan, menurut alasan yang dikemukakan oknum tersebut, biaya tambahan dikenakan karena banyaknya warga yang saat ini meminta pemrosesan KTP dan KK.

"Katanya sekarang ini pemintaan lagi membludak. Umumnya warga disini punya KTP, tapi kebanyakan belum punya KK," lanjut Izul. Ia menjelaskan, permintaan pengurusan dokumen kependudukan tidak hanya datang dari warga yang akan pindah ke Marunda. Sejumlah warga yang saat ini telah menghuni Rusun Marunda pun masih belum dilengkapi dokumen yang disyaratkan pemerintah.

Mereka yang masuk rombongan pertama warga waduk Pluit yang pindah ke Marunda, menurut Izul, adalah perintis yang diajak pemerintah untuk membuka jalan bagi warga lainnya.

"Waktu itu syarat-syarat belum lengkap, asal mau pindah, pasti dikasih kesempatan. Nah, sekarang ini mereka juga diminta melengkapi dokumen, makanya banyak yang balik kesini buat ngurus KK," terang Izul.

Sebagaimana Ahmad, Izul pun tidak ingin mengungkapkan secara gamblang identitas oknum yang dimaksud. Ia beralasan, keterangannya bisa memicu keretakan hubungan dengan oknum tersebut yang tak lain sesama warga disekitar Waduk Pluit. (tim)

Senin, 18 Februari 2013

Tinjau Kali Pakin Penjaringan, Jokowi Bagikan Tas & Buku

KabarPenjaringan - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memulai blusukan meninjau pengerukan Kali Pakin Penjaringan, Jakarta Utara. Ia juga membagikan buku dan tas kepada anak-anak SD.

Jokowi yang mengenakan kemeja warna putih ini tiba di bantaran Kali Pakin, Penjaringan, Jakarta Utara, tak jauh dari Waduk Pluit, Senin (18/2) sekitar pukul 14.45 WIB. Ia menggunakan Kijang Innova warna hitam.

Suami Iriana ini langsung turun ke pinggiran memantau pengerukan yang dilakukan oleh 2 eskavator. 1 Eskavator lainnya merapikan sisa-sisa pengerukan.

Sarjana Kehutanan UGM ini memberikan arahan dan melihat lembaran gambar-gambar proses pengerjaan pengerukan kali. Kali itu berwarna hitam dan dihiasi hamparan sampah.

Jokowi kemudian membagikan buku-buku, alat tulis dan tas kepada puluhan anak-anak SD. "Antre yang rapi dan baris satu-satu," kata seorang petugas menertibkan siswa siswi berseragam putih dan merah itu. (tim)

Jokowi Tinjau Pengerukan Kali Pakin Penjaringan

KabarPenjaringan - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo Senin (18/2) siang meninjau pengerukan kali Pakin Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Menurutnya, pengerukan kali yang langsung terhubung ke Waduk Pluit tersebut bertujuan sebagai percontohan. "Ini untuk percontohan kali yang baik, yang bersih, yang benar itu seperti apa," kata gubernur yang akrab disapa Jokowi.


"Sebelum dikeruk, kedalam kali ini hanya setengah meter. Mau dibuat dalamnya sampai lima meter," katanya.

Karena masih percontohan, dana untuk melakukan pengerukan ini masih menggunakan bantuan dari pihak swasta dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). "Kan APBD juga belum diketok," jelasnya.


Selanjutnya, Jokowi berharap bahwa pengerukan akan dilakukan di empat titik yakni Pesanggrahan, Angke, Sunter serta Sungai Ciliwung. "Nanti tunggu APBD dulu, langsung dikeruk. Ini untuk contoh saja dulu," ujarnya.

Jokowi juga meyakinkan bahwa dia sudah melakukan sosialisasi terhadap rumah-rumah yang sebelumnya berada di pinggiran kali. "Sudah disosialisasikan. Banyak yang minta ke rusun, ya ndak apa-apa," katanya.


Usai meninjau Kali Pakin, Jokowi menyeberangi jalan untuk melihat proses awal normalisasi Waduk Pluit. (tim)